Opini oleh : Fadhli Irman
Alarm pesta demokrasi telah lama berbunyi, pendaftaran calon kepala daerah pada Pilkada 2024 hanya menghitung hari, genderang perang politik mulai berkecamuk di Aceh dengan berbagai gaya dan seni. Berbagai spekulasi politik, penggalangan dukungan publik dan segudang intrik terlihat semakin menarik, sejumlah pasangan nama potensial calon gubernur dan wakil gubernur pun kini terus dilirik.
Dalam sebuah wawancara, Juru bicara Partai Aceh, Nurzahri sempat mengatakan bahwa jika Mualem harus menghadapi tong kosong, maka apa yang sedang dilakukan oleh tim seleksi di internal PA akan menjadi sia-sia. “(Jika lawan tong kosong), akhirnya akan dikatakan ini bukan lagi masalah siapa yang bisa membantu kemenangan Mualem secara elektibilitas, tetapi ini bisa ditentukan dengan mudah bahkan dengan undian, diundi saja menang karena lawannya tong kosong, begitu kira-kira,” kata Nurzahri, Minggu (19/5/2024).
Ungkapan Juru bicara Partai Aceh tersebut seakan mengutarakan bahwa dominasi Muzakir Manaf (Mualem) pada Pilgub 2024 mendatang tiada tandingannya, hingga para tokoh politik dan ketua Partai pun turut berbondong-bondong ingin mendampingi mantang Panglima GAM tersebut. Kendatipun sempat muncul nama lainnya seperti Muhammad Nazar (Mantan Wagub Aceh), Ruslan Daud (DPR RI), Darni M Daud (akademisi), hingga nama Muhammad Yus(Mantan Ketua DPRD Aceh) justru juga terkesan tak dianggap sebagai lawan kompetisi, tentu kesannya pernyataan sang jubir partai penguasa loka itu begitu jumawa.
Namun, disela-sela tarian politik yang terus menghiasi drama Pilkada 2024, “kotak kosong’ itu tiba-tiba meledak sendirinya. Kemunculan nama Bustami Hamzah justru membuat politisi Partai Aceh sempat terkejut dan mulai was-was. Melalui rilisnya, Kamis 18 Juli 2024, Ketua DPR Aceh Zulfadli menilai bahwa Bustami Hamzah telah mengkhianati Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem. Ini karena Bustami kabarnya maju sebagai calon Gubernur Aceh, berhadapan dengan Mualem.
Ungkapan senada juga datang dari Politisi Muda Partai Aceh yang dikenal dekat dengan Mualem, M Jirin Capah SE. Menurutnya, Bustami Hamzah adalah orang yang selama ini dibesarkan oleh Mualem (sapaan akrab Muzakir Manaf) sejak mulai tak lagi memiliki posisi apa-apa di pemerintahan hingga menjadi Pj Gubernur Aceh.
“Mualem saja dikhianati, apalagi rakyat Aceh,” ujar politisi muda Partai Aceh M Jirin Capah SE dalam keterangan tertulisnya, Minggu 21 Juli 2024.
Dari berbagai pernyataan diatas dapat dilihat bahwa kemunculan nama Bustami Hamzah jauh lebih dipertimbangkan sebagai saingan kuat daripada sejumlah nama lainnya. Tak heran nama Bustami yang muncul dari dorongan dan dukungan dari masyarakat berbagai daerah di Aceh dikhawatirkan akan menjadi ancaman untuk langkah mulus Mualem menuju kursi Aceh 1.
* Lampu Hijau untuk Bustami-Haji Uma
Pernyataan Ketua Umum DPP Partai Aceh (PA) sekaligus Bakal Calon Gubernur, Muzakir Manaf alias Mualem yang menutup rapat-rapat potensi menggandeng Senator asal Aceh, H Sudirman alias Haji Uma di Pilkada Aceh 2024 menjadi lampu hijau bagi sang senator untuk bergandengan dengan politisi lainnya pada Pilkada 2024 nanti.
Penegasan Mualem tersebut tentu bukan tanpa alasan, kendatipun Haji Uma memiliki popularitas dan elektabilitas yang luar biasa, namun pemilik 1.060.991 suara di Pemilu 2024 itu juga sama dengan Mualem berasal dari Aceh Utara. Tentunya Mualem tak ingin mengulangi pengalaman pahit ketika bergandengan dengan TA Khalid yang berasal dari satu daerah pada Pemilu 2017 silam.”Haji Uma satu Dapil (daerah pemilihan), gak mungkinlah,” tegas Mualem singkat saat ditemui di sela kegiatan Investment Opportunities Dialogue yang diselenggarakan Komite Peralihan Aceh (KPA) Luwa Nanggroe di Hermes Hotel, Kamis (25/7/2024) lalu.
Tentunya berbeda dengan Bustami yang berasal dari Kabupaten Pidie, peluang menggandeng Haji Uma yang berasal dari Aceh Utara tentu lebih memungkinkan. Selain berbeda secara geo politik kedaerahan juga berbeda secara Dapil pemilihan DPR RI, hal ini akan menjadi pertimbangan pemetaan wilayah kerja lebih mudah, Bustami di Dapil Aceh 1 dan Haji Uma di Dapil Aceh 2 nantinya.
Kendatipun Haji Uma pernah mengatakan bahwa dirinya tidak akan maju sebagai calon Gubernur namun tidak menutup kemungkinan untuk calon Wakil Gubernur. Tentunya sebagai seorang politisi, senator yang dikenal dengan aksi sosialnya itu sangat menyadari bahwa dalam politik pilkada popularitas dan elektabilitas tidaklah cukup menjadi modal maju Gubernur, namun simpul basis, cost politik hingga kapasitas yang matang sangat menentukan. Sehingga pilihan menjadi calon wakil Gubernur lebih memungkinkan. “Dalam berkerja saya tidak pernah mengkondisikan diri untuk menjadi sesuatu. Namun, saya tidak bisa pungkiri takdir Allah datang dan saya tidak bisa menolaknya. Tapi jika di pertanyakan ada niat atau tidak, ya tidak,” kata Haji Uma dalam sebuah siaran podcast, Kamis 25 Juli 2024.
Pun demikian, beredarnya foto dukungan Ketum Nasdem Surya Paloh dengan Haji Uma juga menjadi sinyal kuat bahwa tidak menutup kemungkinan komedian “empang breuh” itu maju di Pilkada nanti. Belum lagi jika kita lihat Partai berslogan restorasi itu juga memasukkan dua nama bakal calon Gubernur/wakil gubernur Aceh yakni diantaranya Bustami Hamzah dan Haji Uma.
Sebagai tokoh Aceh yang sudah lama dikancah politik nasional, tentunya Surya Paloh memiliki feeling politik yang kuat untuk percaturan politik di bumi serambi Mekkah ini. Ditambah lagi, sinyal lainnya dari Presiden Jokowi saat transit di Bandara SIM beberapa waktu lalu semakin memperkuat kemungkinan Bustami Hamzah untuk menuju kursi Aceh 1.
Fenomena lainnya yang tak kalah penting untuk disimak terkait gagalnya empat bakal calon wakil Gubernur Aceh, dimana dua diantaranya merupakan ketua partai koalisi Prabowo Gibran yang belum menyatakan dukungan untuk Pilkada Aceh yaitu TM Nurlif dari Golkar dan Mawardi Ali dari PAN. Ironisnya lagi dua ketua Partai tersebut dinyatakan tidak lolos seleksi administrasi. Jika tak elok dikatakan kita tokoh politik tersebut “tidak diperhitungkan” untuk calon Wakil Gubernur pasangan Mualem, maka mungkin lebih elegan disebut tak lolos syarat administrasi yang pada notabenenya tahapan awal dari sebuah seleksi. Tentunya preseden ini menjadi pertimbangan bagi dua ketua partai tersebut untuk hijrah dukungan demi menyelamatkan marwah dan harga diri Partai beserta kader yang dipimpinnya.
Dari peristiwa tersebut, adanya kemungkinan bahwa Golkar dan PAN juga akan bergabung dengan Nasdem untuk mengusung paslon yang dianggap memiliki kemampuan untuk menumbangkan Mualem, sehingga memberikan lampu hijau untuk duet Bustami-Haji Uma untuk disandingkan. Selain ketiga Partai itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga sangat memungkinkan mengusung duet paslon ini mengingat kedekatan ketua Fraksi PPP DPRA Ihsanuddin Hz dengan Bustami yang memang tak dapat dipisahkan, tentunya Ihsanuddin juga akan berjuang sekuat tenaga meyakinkan petinggi partainya untuk mengusung pasangan ini nantinya.
Kombinasi pasangan Bustami-Haji Uma tentunya akan menjadi kekuatan baru yang sangat memungkinkan untuk menumbangkan Mualem dan memenangkan Pilkada. Selain kapasitas Bustami sebagai seorang birokrat yang mengakar di kalangan ASN maupun masyarakat serta dekat dengan aktivis dan memiliki relasi baik di pemerintahan pusat sehingga selama ini dianggap sebagai solusi kepemimpinan Aceh, juga hal yang tak kalah menarik adalah sosok Haji Uma yang merupakan senator yang selama ini menarik empati publik dan paling memungkinkan untuk menarik suara kelompok swing voters yang jumlahnya sangat tinggi di Aceh.
Pun demikian, terlepas dari semua itu, mungkin atau tidaknya kedua tokoh Aceh itu berpasangan akan terjawab seiring waktu dan apakah jika dua kekuatan itu menyatu kombinasi Bustami-Haji Uma mampu menumbangkan hegemoni dominasi Mualem yang selama ini dianggap sangat kuat? tentu kembali kepada rakyat sebagai pemilik suara yang menentukan.
Penulis adalah Koordinator Gerakan Pemuda Negeri Pala (Gerpala)/Pemerhati Sosial dan Politik