Jakarta — Perundungan dan kekerasan terhadap perempuan belakangan ini kerap kali menjadi isu yang cukup hangat dan relatif sering terjadi baik dalam bentuk kekerasan fisik maupun pelecehan seksual baik verbal maupun nonverbal yang terjadi di tengah masyarakat.
Bahkan pelecehan tersebut dapat tidak hanya dialami oleh perempuan juga pria, pelecehan seksual yang terjadi kepada keduanya merupakan perbuatan kotor dan tercela. Dari banyaknya pelecehan yang terjadi di masyarakat, perempuan dianggap korban paling rawan.
Namun perempuan acap kali disalahkan dan dituding menggunakan pakaian terbuka sehingga mengundang niat para pelaku pelecehan seksual dalam menjalankan aksinya.
Advokat Diyah Sasanti mengatakan strategi untuk mengatasi kekerasan yang dialami oleh perempuan yakni harus mengetahui secera jelas dan rinci kekerasan yang dialami oleh perempuan (korban), peraturan apa yang dipakai dan diterapkan tentu dalam hal ini Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), serta mencari celah-celah peraturan lain yang bisa menjerat pelaku. Kemudia meminta korban agar bisa speak up yang sejujurnya.
“Bahkan, kadang-kadang korban gak mau speak up karena ada kehawatiran. Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya dalam bentuk kekerasan seksual bisa kekerasan fisik baik itu verbal dan non verbal, ada juga kekerasan secara ekonomi dimana korban secara ekonomi bergantung kepada pasangannya sehingga rentan mengalami kekerasan. Untuk itu harus memahami secara jelas kasus apa yang dialami oleh korban. Kemudian, salah satu strategi juga kita bisa meminta perlindungan dari Lembaga perlindungan Saksi dan Korban agar hak-hak korban bisa dipenuhi dan terlindungi serta bisa mendapatkan manfaat baik sosio psikis maupun sosio ekonomi sehingga korban merasa lebih aman dan tidak kawatir ataa permasalahan ekonomi bahkan dapat diberikan bekal pelatihan untuk menjadi produktif atau mandiri…ini merupakan bukti bahwa negara hadir melalui LPSK. ujar Adv. Diyah di Acara Shelebrate di Art Space 02, Jakarta Pusat, Sabtu (22/11/2024).
Ada banyak saluran yang bisa diakses oleh perempuan korban kekerasan untuk mendapatkan bantuan salah satunya Advokai Perempuan dengan hotline yang tersedia.
Tentu, harapannya kekerasan terhadap perempuan apa pun bentuknya harus diminimalisir dan dicegah. Aksi-aksi nyata seperti kegiatan hari ini misalnya yang diselenggarakan IJRS.
Selanjutanya harus didukung oleh anggaran yang cukup karena anggaran terhadap penyelesaian kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan saat ini masih belum cukup. Kiranya pemangku kebijakan bisa memberikan perhatian lebih dan sungguh-sungguh agar perempuan semakin berdaya, bermartabat dan berkarya untuk bangsa dan negara, sambung Advokat Diyah.